Minggu, 05 Mei 2019

Teori Nativistik dalam Pemerolehan Bahasa Anak Usia 0—3 Tahun (2)


Paparan Data Pemerolehan Bahasa Anak Usia 0—3 Tahun
Paparan data pemerolehan bahasa anak usia 0—3 tahun ini diambil dari buku Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia karya Soenjono Dardjowidjojo yang dianalisis dari pandangan nativisme yang telah dijelaskan di atas. Data-data tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1.      Bahasan Produksi Fonologi: Umur Satu Tahun
Echa mengeluarkan bunyi-bunyi yang masih sukar ditebak pada beberapa minggu pertama. Bunyi yang dikeluarkan pada masa pracelotehan muncul dengan bermacam-macam dan tidak mengikuti suatu urutan tertentu. Dari segi produksi, Echa telah mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan vokal dan konsonan.
Munculnya bermacam-macam bunyi tersebut merupakan sesuatu yang terdapat dalam teori. Pada umur-umur tersebut anak mencoba segala macam bunyi yang dimungkinkan oleh fisologi mulutnya. dari bunyi-bunyi yang dihasilkan di atas, yang dipertahankan sampai dengan masa celotehan, 12 bulan, sangatlah sedikit, yakni konsonan dasar [p], [m], [b]. vokalnya hampir selalu vokal dasar [a].
Pada usia tersebut, Echa selalu menerima masukan-masukan bunyi yang bermacam-macam dan sering mengeluarkan bunyi dasar tersebut. Hal itu sesuai hukum universal bahwa kemampuan anak memperoleh bahasa apa pun bersifat universal, tetapi apa yang akhirnya diperoleh anak selalu spesifik. Dari data di atas, produksi fonologi anak selaras dengan pola universal yang terdapat pada bahasa lain manapun.

2.      Pemerolehan Morfosintaksis: Umur Satu Tahun
Pada dua belas bulan pertama, Echa belum menunjukkan adanya pemerolehan bentuk morfologi ataupun sintaksis karena pada umur semuda itu anak sedang dalam tahap pengembangan neurobiologinya yang merupakan prasyarat tumbuhnya bahasa. Namun, tidak berarti bahwa belum ada komunikasi antara anak dengan orang di sekitarnya. Menjelas akhir tahun pertama, komprehensi Echa makin berkembang. Pada saat ayahnya minta krupuk dan kemudian menyuruh Echa memberikan krupuk kepada ibunya, jelas sekali menunjukkan bahwa dia memahami benar apa yang dikatakan ayahnya. Demikian pula larangan untuk melakukan sesuatu telah dia pahami.
Kenyataan ini mendukung teori pemerolehan bahasa pada umumnya karena di mana pun juga komprehensi dikuasai oleh anak lebih awal daripada produksi. Sampai dengan umur 1;0:0 Echa telah dapat memahai sebagian bessar ihwal yang dikomunikasikan kepadanya, tetapi belum ada bentuk yang telah dia produksi.

3.      Pemerolehan Fonologi : Umur Dua Tahun
Kemampuan fonologi Echa relative sama dengan kemampuan dia pada waktu berumur 1;0. Bunyi vokal yang keluar barulah [a] dengan konsonan [p] atau [m] yang paling banyak dipakai. Suku kata yang keluar sebagian besar berbunyi [ma], yang diulang berkali-kali –[ma ma ma ma ma ]. Bentuk [ma],yang diulang ataupun tidak, tampaknya dipakai untuk menyatakan apa saja – waktu itu hanya sekedar “ berlatih bicara”, memanggil mama-papanya, menaiki terap, atau bermain dengan mainannya. Sering pula muncul [p] sehingga terbentuklah suku kata [pa] yang juga diulang [pa pa pa pa] meskipun tidak sesring [ma] . kontras antara bilabial nasal [m] dengan alveolar nasal [n] pernah terdengar pada waktu berumur 1;1. Pada waktu itu Echa mengeluarkan bunyi [na na na na].
Bunyi [u], [i], [o], dan [e] kadang-kadang muncul secara sporadis. Dari vokal tersebut, yang banyak muncul adalah vokal [i]. perkembangan vokal Echa tampaknya mengikuti teori universal meskipun tidak sepenuhnya. Echa mulai dengan vokal [a] dan [i], kemudian [u] menyusul, tetapi pada saat kata yang bermakna terbentuk, ketiga vokal ini muncul bersamaan dengan vokal-vokal yang lain.
Pada konsonan, urutan universal yang dianut anak pada umumnya berlaku pula pada Echa. Pada kelompok konsonan hambat, misalnya, konsonan bilabial dan alveolar telah muncul secara teratur dengan konsonan ringan [p] dan [t] muncul lebih dahulu. Konsonan velar [k] dan [g] sama sekali belum pernah terdengar, kecuali [k] pada akhir kata yang menyerupai bunyi glotal.

4.      Pemerolehan Morfologi: Umur Dua Tahun
Hampir semua kata yang diucapkan oleh Echa, baik dalam bentuk isolasi maupun dalam kalimat adalah kata-kata monomorfemik. Meskipun begitu, Echa sudah dapa memakai kata-kata tersebut sebagai kalimat.
Bentuk monomorfemik tersebut tampak mula berubah sejak umur sekitar 1;9:0. Sejak umur itu Echa telah mulai memakai prefix pasif {di-}. Pemakaian prefix, meskipun masih terbatas, memunyai dampak seintaktikyang luas karena dengan telah dipakainya prefix ini seluruh sruktur kalimat menjadi berubah.

Implikasi Teoretis
Chomsky adalah pemuka yang menyatakan bahwa pertumbuhan bahasa pada anak mengikuti pertumbuhan genetik. Hal ini berarti bahwa anak sejak lahirnya telah dikaruniai bekal-bekal kodrati, innate properties, yang kemudian dikembangkan sesuai dengan jadwal genetic pada masing-masing anak. Chomsky menyatakan bahwa pemerolehan bahasa pada anak itu terjadi when provided with appropriate nutrition an environment stimulation. Stimulasi lingkungan memegang peran yang penting pula. Hanya saja pengertian mengenai lingkungan itu memang perlu dipahami dengan benar. Lingkungan menentukan bagaimana opsi-opsi yang tak tertangani pada TU diwujudkan sehingga akhirnya memunculkan bahasa yang berbeda-beda.
Ini pulalah yang ditemukan pada Echa. Echa mengeluarkan berbagai macam bunyi yang dapat diucapkan oleh alat ucap suara manusia. Bunyi tersebut muncul, tenggelam, muncul lagi,hilang, atau tertanam. Dari berbagai bunyi bahasa itu akhirnya diperoleh bunyi yang ada pada bahasa kita. Bunyi-bunyi ini tentu saja datang dari lingkungan karena bunyi inilah yang menentukan bahwa bahasa yang sedang dikuasai Echa adalah bahasa Indonesia, namun prosesnya itu sendiri memang datang dari dalam, artinya dari kemampuan neurofisiologis dia sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar