Minggu, 05 Mei 2019

Teori Nativistik dalam Pemerolehan Bahasa Anak Usia 0—3 Tahun (1)


Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu (B1). Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh pada usia tertentu, anak akan mampu menguasai bahasa lain atau bahasa kedua (B2) yang dikenalnya sebagai pengetahuan yang baru.
Ada beberapa hipotesis tentang asal mula bahasa dihubungkan dengan pemerolehan bahasa pada anak. E. Cassier berpendapat bahwa pada dasarnya bahasa merupakan pengungkapan gagasan serta ekspresi perasaan atau emosinya. Ia berpendapat bahwa jeritan-jeritan yang keluar dari seorang anak (bayi) merupakan ungkapan emosionalnya. Sementara itu, bahasa anak yang merupakan ungkapan pikiran atau gagasan mengikuti perkembangan fisik dan pikiran sebagai wujud sosialisasinya dengan lingkungan. Secara alamiah anak akan mengenal bahasa sebagai cara berkomunikasi dengan orang di sekitarnya.
Pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang diperlukan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang semakin bertambah dan masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai ia memilih berdasarakan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang baik, dan paling sederhana dari bahasa. Ketika beumur satu tahun, seorang anak berusaha menirukan kata-kata dan mengucapkan suara-suara yang mereka dengar disekitar mereka. Sekitar umur 18 tahun, kata-kata itu berlipat ganda dan mulai muncul dalam kalimat dua atau tiga umumya disebut ujaran-ujaran “telegrafis (bergaya telegram)”.
Pada usia 3 tahun, anak-anak biasa mencerna kuantitas masukan linguistik yang luar biasa kemampuan wicara dan pemahaman mereka meningkat pesat mereka menjadi produktif  tiada henti. Kreativitas mereka berlanjut hingga usia sekolah ketika anak-anak menyerap struktur yang semakin kompleks, memperluas kosakata mereka, dan mengasah keterampilan komunikatif mereka.
Berkaitan dengan teori pemerolehan bahasa, terdapat dua teori yang bertentangan. Akan tetapi, kedua teori tersebut berkesinambungan dalam pengkajian pemerolehan bahasa. Dua teori tersebut adalah teori behavioristik dan nativistik. Behavioristik berpandangan bahwa pemerolehan bahasa anak bergantung pada lingkungan dan hukum ransangan (stimulasi) dan tanggapan (respons). Teori nativistik berpandangan bahwa pemerolehan bahasa anak bergantung pada bekal kodrati anak yang bersifat genetik untuk menguasai bahasa universal.

Teori Pemerolehan Bahasa
Teori Behavioristik
Teori Behavioristik berpandangan bahasa adalah bagian fundamental dari keseluruhan perilaku manusia. Teori behavioristik berfokus pada aspek-aspek yang dapat ditangkap langsung dari perilaku linguistik-respons yang bisa diamati secara nyata dalam berbagai hubungan respons-respons itu dan peristiwa-peristiwa di dunia sekeliling mereka. Seorang behavioris memandang perilaku bahasa yang efektif sebagai wujud tanggapan yang tepat terhadap stimulan.

Jika sebuah respons tertentu dirangsang berulang-ulang, respons tersebut menjadi sebuah kebiasaan atau terkondisikan. Anak memahami suatu ujaran dengan memberikan respons tepat terhadapnya dan dengan dirangsang untuk mengeluarkan respons tersebut.
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respons). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya. Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan “bilangkali” untuk “barangkali”. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila ketika si anak mengucapkan “barangkali” dengan tepat, dia tidak akan mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.


Teori Nativistik
Teori nativistik menentang pandangan behaviorisme secara tajam. Pandangan nativistik (mentalistik) yang dipelopori oleh Noam Chomsky  beranggapan bahwa pengaruh lingkungan bukan faktor penting dalam pemerolehan bahasa. Chomsky (dalam Yulianto, 26) menyatakan pemberian perilaku bahasa tidak bisa sekadar merupakan pemberian stimulus eksternal dan respon yang sesuai tetapi pemberian itu terutama harus merupakan pemberian tentang kemampuan bawaan manusia untuk belajar bahasa.
Dalam belajar bahasa manusia telah memiliki kemampuan yang secara genetis telah diprogramkan. Manusia  lahir dengan dilengkapi suatu alat yang memungkinkan  dapat berbahasa dengan cepat dan mudah.  Karena sukar dibuktikan secara empiris, pandangan ini mengajukan satu hipotesis yang disebut dengan hipotesis nurani (innateness hypothesis). Menurut pandangan ini, bahasa selalu kompleks dan mustahil dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti peniruan (imitation). Jadi, beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa pasti sudah ada pada manusia secara alamiah.       
            Mengenai hipotesis nurani bahasa, otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur  bahasa universal. Alat itu namanya Language Acquisition Device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa LAD ini menerima ‘ucapan-ucapan’ dan data-data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus-rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Apabila sejumlah ucapan yang cukup memadai dari suatu bahasa (bahasa apa saja) “diberikan” kepada LAD  seorang kanak-kanak sebagai masukan (input), LAD itu akan membentuk salah satu tata bahasa formal sebagai keluaran (out-putnya). Jadi adanya hipotesis mengenai LAD ini semakin memperkuat pandangan para ahli di bidang pemerolehan bahasa bahwa kanak-kanak sejak lahir telah diberi kemampuan untuk memperoleh bahasa ibunya. Buktinya, meskipun masukan yang berupa ucapan-ucapan penuh dengan kalimat-kalimat yang salah, tidak lengkap, dan dengan struktur yang tidak gramatikal, namun ternyata kanak-kanak dapat saja menguasa bahasa ibunya itu. Tampaknya bahasa ibu dapat saja diperoleh oleh kanak-kanak dalam keadaan yang beragam-ragam.
Secara umum teori nativistik berpandangan sebagai berikut: (1) selama proses pemerolehan bahasa pertama, anak sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan (LAD); (2) bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia karena perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), pola perkembangan bahasa berlaku universal, dan lingkungan hanya memiliki peran kecil dalam proses pematangan bahasa; (3) LAD ini dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk mengolah masukan (input) dan menentukan apa yang dikuasai lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa, kalimat, dan seterusnya; (4) Dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal; (5) Antara Nurture dan Nature sama-sama saling mendukung. Nature diperlukan karena tampa bekal kodrati makhluk tidak mungkin anak dapat berbahasa dan nurture diperlukan karena tanpa input dari alam sekitar bekal yang kodrati itu tidak akan terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar