PENDAHULUAN
Berbicara tentang bahasa baku (lebih tepat disebut ragam bahasa baku) dan
bahasa nonbaku, berarti kita membicarakan variety
bahasa. Bahasa baku adalah salah satu variasi bahasa yang diangkat dan
disepakati sebagai ragam bahasa yang akan dijadikan tolak ukur sebagai bahasa
yang “baik dan benar” dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Ragam bahasa
baku adalah ragam bahasa yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian warga
masyarakat pemakaiannya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma
bahasa dan penggunaannya, sedangkan ragam tidak baku adalah ragam yang tidak
dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma bahasa
baku. Bahasa baku adalah ragam dari ujaran dari satu masyarakat bahasa yang
disahkan sebagai norma keharusan bagi pergaulan sosial atas kepentingan dari
berbagai pihak yang dominan di dalam masyarakat itu (Dittmar, 1976).
Bahasa baku mempunyai empat fungsi, yaitu pemersatu, penanda, pembeda
(kepribadian), penambah wibawa dan kerangka acuan. Sebagai pemersatu, bahasa
baku mempersatukan atau menghubungkan penutur berbagai dialek, sehingga mereka menjadi satu
masyarakat bahasa baku. Penggunaan bahasa baku menjadi pembeda (kepribadian),
jika di terapkan secara benar dapat memperkuat kepribadian dan rasa
nasionalisme masyarakat Indonesia. Dalam fungsi pembawa wibawa, mereka yang
mahir berbahasa baku dengan baik dan benar memperoleh wibawa di mata orang
lain. Sementara sebagai kerangka acuan, bahasa baku berfungsi sebagai kerangka
bagi pemakainya dengan norma atau kaidah yang dikodifikasi secara jelas. Norma
atau kaidah bahasa indonesia baku menjadi tolak ukur pemakaian bahasa secara benar.
Saat ini, 52 negara di dunia telah menjadikan bahasa indonesia sebagai
salah satu program pembelajaran di sekolah. Negara-negara tersebut di antaranya
: Amerika serikat, Inggris, Spanyol, Belanda, Australia, Jepang, Thailand,
Vietnam, dan lain-lainnya. Hal ini harus di manfaatkan sebagai peluang terhadap
pengembangan fungsi Bahasa Indonesia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
karena itu, pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan masyarakat sebagai warga
negara Indonesia khususnya para generasi muda perlu memikirkan langkah-langkah
nyata untuk menyikapi peluang tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, diperlukan strategi menjaga bahasa baku
Indonesia untuk memberikan upaya-upaya yang positif dalam berbahasa. Strategi
menumbuhkan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia yang dibentuk oleh sejarah
pada user bahasa diharapkan mampu
mengatasi permasalahan dalam berbahasa sehingga kan mampu menumbuhkan sikap
positif terhadap bahasa Indonesia. Dengan memiliki rasa cinta dan bangga
sekaligus memahami norma bahasa dalam diri sehingga terbentuk karakter yang
kuat sebagai sebuah pribadi Indonesia yang hakiki.
Fungsi
Bahasa Baku
Selain fungsi penggunaannya untuk situasi-situasi resmi, ragam bahasa baku
menurut Garvin
dan Mathiot (1956 ) juga mempunyai fungsi lain yang bersifat sosial
politik, yaitu:
1.
Fungsi pemersatu
Fungsi pemersatu ( the unifying
function) adalah kesanggupan bahasa baku untuk menghilangkan perbedaan
variasi dalam masyarakat, dan membuat
terciptanya kesatuan masyarakat tutur, dalam bentuk minimal, memperkecil adanya
perbedaan variasi dialectal dan menyatukan masyarakat tutur yang berbeda
dialeknya.
2.
Fungsi pemisah
Fungsi pemisah (separatist function)
adalah ragam bahasa baku itu dapat memisahkan atau membedakan penggunaan ragam
bahasa tersebut untuk situasi yang formal dan yang tidak formal.Para penutur
harus bisa menentukan kapan dia harus menggunakan ragam yang baku dan kapan
pula yang tidak baku.
3.
Fungsi harga diri
Fungsi harga diri (prestige function)
adalah bahwa pemakai ragam baku itu akan
memiliki perasaan harga diri yang lebih tinggi daripada yang tidak dapat
menggunakannya, sebab ragam bahasa baku biasanya tidak dapat di pelajari dari
lingkungan keluarga atau lingkungan hidup sehari-hari. Ragam babhasa baku
hamyai dapat di capai melalui pendidikan formal, yang tidak menguasai ragam baku
tentu tidak dapat masuk ke dalam situasi-situasi formal, dimana ragam bahsa
baku itu harus di gunakan.
4.
Fungsi kerangka acuan
Fungsi kerangka acuan (frame of
reference function) adalah ragam bahasa baku itu akan di jadikan tolak ukur
untuk norma pemakain bahasa yang baik dan benar secara umum.
Keempat fungsi itu akan dapat di lakukan oleh sebuah ragam bahasa baku
kalau ragam bahasa baku itu telah memiliki tiga ciri yang sangat penting, yaitu (1) memiliki ciri
kemantapan yang dinamis (2) memiliki cirri kecendekiaan, dan (3) memiliki ciri
kerasionalan. Ketuga cirri ini bukan merupakan sesuatu yang sudah tersedia di
dalam kode bahasa itu, melainkan harus diusahakan keberadaanya melalui usaha
yang terus- menerus yang harus dilakukan dan tidak terlepas dari rangkaian
kegiatan perencanaan bahasa.
Strategi
Berbahasa Indonesia Baik dan Benar
Untuk dapat
berbahasa dengan baik dan benar, harus memperhatikan situasi pemakaian dan
kaidah yang digunakan. Dalam situasi resmi harus menggunakan bahasa Indonesia
yang mencerminkan sifat keresmianya itu bahasa baku, dan dalam situasi yang
tidak resmi atau santai tidak seharusnya menggunakan bahasa baku. Bahasa yang
digunakan dalam situasi tidak resmi itu adalah bahasa yang cocok atau sesuai
dengan situasi itu. Jadi, dengan bahasa Indonesia yang baik belum tentu
merupakan bahasa Indonesia yang benar, begitu juga sebaliknya bahasa Indonesia
yang benar belum tentu merupakan bahasa yang baik karena semua itu bergantung
pada situasi pemakaian dan kaidah yang berlaku.
Menurut Hari
Wahyono (2013:146), ada dua syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap
pemakai bahasa agar bahasa yang dipakainya itu baik dan benar. Kedua syarat
yang dimaksud itu adalah (1) memahami dengan baik kaidah Indonesia dan (2)
memahami benar situasi kebangsaan yang dihadapinya.
Beberapa kaidah dasar bahasa
Indonesia tersebut adalah:
a. Hukum
struktur atau pola urutan kata Diterangkan-Menerangkan (D-M).
b. Tidak
mengenal perubahan bentuk kata benda sebagai akibat penjamakan.
c. Tidak
mengenal tingkatan dalam pemakaian (unda-usuk).
Badudu
(1987:34) mengemukakan bahwa, kesadaran nasional termasuk kesadaran berbahasa
perlu ditingkatkan. Cintailah bahasa Indonesia bukan hanya dengan ucapan,
melainkan dengan perbuatan yang nyata, yaitu selalu ingin menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Berikan perhatian kepada bahasa Indonesia, kalau
perlu mendalaminya lagi sekiranya merasa bahwa penguasaan bahasa kita kurang.
Harus selalu berhati-hati dalam bertutur dan menggunakan bahasa tulis, apalagi
bila kita tergolong orang yang disebut kaum intelektual.
Untuk
menghindari punahnya bahasa Indonesia di negeri sendiri perlu adanya upaya
pelestarian terhadap bahasa Indonesia. Dalam upaya pelestarian ini diperlukan
peran-peran dari semua lapisan masyarakat serta perlu adanya metode-metode lain
untuk lebih melestarikan bahasa Indonesia. Peran dan metode tersebut
diantaranya sebagai berikut:
1) Peran
pemerintah
Pemerintah
adalah pihak yang wajib menjadi contoh atau panutan dalam pelestarian bahasa
Indonesia. Pemerintah dapat mendorong masyarakatnya untuk lebih melestarikan
bahasa Indonesia dengan cara wajib berbahasa Indonesia di segala aspek
kehidupan sehari-hari. Selain itu, pemerintah harus memberikan contoh berbahasa
Indonesia di segala aspek kepada masyarakatnya.
2) Peran
media massa
Media masa
memegang peranan penting bagi pelestarian bahasa Indonesia. Kata dan istilah
baru, baik yang bersumber dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, pada
umumnya lebih awal dipakai oleh media massa. Baik media onlien ataupun media
seperti surat kabar, radio, dan
televisi. Media massa memiliki jumlah pembaca, pendengar, dan pemirsa yang
banyak. Oleh sebab itu, media masa mempunyai pengaruh yang besar di kalangan
masyarakat. Karena keberadaan media massa merupakan suatu peluang yang perlu
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pers diharapkan mampu menyosialisasikan
hasil-hasil pembinaan dan pengembangan bahasa, dan mampu menjadi contoh yang
baik bagi masyarakat dalam hal pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.
3) Lingkungan
sekolah
Pendidikan merupakan salah satu alternatif terbaik untuk membudidayakan
bahasa Indonesia agar menjadi bahasa yang benar-benar digunakan sesuai
peraturan dan sesuai fungsinya. Pada
lingkungan sekolah guru adalah orang yang berperan penting dalam pendidikan dan
juga pelestarian bahasa Indonesia karena guru dapat mengajarkan murid-muridnya
bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar pendidikan dan bahasa sehari-hari.
4) Keluarga
(Orang Tua)
Keluarga
merupakan lingkungan pertama bagi anak dalam memperoleh pendidikan. Oleh
karenaitu, dibutuhkan peran orang tua khususnya untuk mengajarkan anak-anaknya
dalam pelestarian bahasa Indonesia yang baik dan benar, bukan hanya bahasa
daerahnya saja, karena bahasa Indonesia sangat penting dalam kehidupan mereka
di kemudian hari agar suatu saat nanti mereka dapat melestarikan bahasa
negaranya tersebut kepada anak cucu mereka kelak.
5) Remaja
Remaja adalah
faktor paling penting dalam pelestarian bahasa Indonesia, karena remaja lah
yang paling banyak kegiatan yang mewajibkan mereka untuk berbahasa yang benar,
seperti pergaulan antar teman, adik kelas, orang yang lebih tua, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, peran aktif dari remajalah yang dibutuhkan dalam
upaya melestarikan dan mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia.
Berikut ini metode-metode dalam
pelestarian bahasa Indonesia:
a. Meningkatkan
kedisiplinan berbahasa Indonesia.
b. Menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis
pembinaan bahasa.
c. Perlunya
pemahaman terhadap bahasa indonesia yang baik dan benar.
d. Diperlukan adanya undang-undang kebahasaan.
e. Peran variasi bahasa dan penggunaannya.
f.
Menjunjung
tinggi bahasa indonesia di negeri sendiri.
g. Meningkatkan
kebanggaan terhadap bahasa Indonesia.
h. Melestarikan
tata cara berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar.
i.
Melestarikan
bahasa Indonesia dengan UKBI (Uji Kemampuan Berbahasa
Indonesia).
j.
Berperan aktif dalam mengembangkan
bahasa Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Badudu,
J.S. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia.
Bandung: Pustaka Prima
Dittmar,
N. 176. Sociolinguistics. London:
Edward Arnold (Publishers) Ltd
Garvin,P
dan Mathiot, M . 1956 ,” The Urbanization Of the guarani Language”dalam J.A.
Fishman ,1972, Reading in the Sociology og language The Haque: Moutton
Moelino,
A.M. 1975. Ciri-Ciri Bahasa Indonesia. Dalam
Amran Halim (Ed.). 1985. Politik Bahasa Nasional Jilid 2. Jakarta: Balai
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar