Dari
istilah tersebut, pemilahan yang lengkap sebenarnya tanda, petanda, dan
penanda. Pemilahan aspek bahasa atas tanda, petanda, dan penanda dikemukakan
oleh de Saussure dengan istilah-istilah signe (tanda), signifie (petanda),
dan signifiant (penanda). Verhaar membuat perbandingan peristilahan yang
digunakan di Saussure itu dengan peristilahan dalam bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia sebagai berikut.
Gambar 1. Padanan Istilah de Saussure dengan Istilah
Inggris dan Indonesia menurut Verhaar
Tanda
atau lambang bahasa merupakan maujud yang menyatakan dan menghubungkan dua hal:
konsep atau makna dan citra bunyi. Saussure membuat rumusan bahwa tanda bahasa
itu menyatukan konsep dan gambaran akustis, bukan lagi dengan nama. Gambaran
akustis yang dimaksudkan Saussure itu sama dengan citra bunyi. Bahwa tanda
tidak mengubungkan hal dengan namanya sangatlah jelas. Hal bukanlah unsur
bahasa. hal merupakan acuan (referent).
Dari gambar di atas, dijelaskan bahwa tanda merupakan bentuk perwujudan
dari dua aspek, yaitu petanda dan penanda. Tanda adalah suatu benda itu
sendiri. petanda adalah seluruh konsep tentang tanda. Penanda adalah citra dari
suatu petanda. Citra tersebut dapat berupa ujaran tentang petanda.
PETANDA DAN
PENANDA
Petanda
merupakan konsep/gagasan yang ada dalam pikiran manusia. Petanda juga disebut kesan
makna. Apa yang ada dalam benak manusia merupakan wujud abstrak dari
sesuatu yang diterima oleh indra manusia. Wujud abstrak tersebut membentuk
konsep tentang suatu hal yang dapat berupa definisi-definisi, ciri, atau
karakter yang dimiliki tanda. Dikatakan abstrak karena merupakan akumulasi
ciri-ciri semantis yang dimiliki oleh tanda itu sendiri. jika mendengar kuda,
orang akan memiliki satu konsep tentang kuda, yaitu hewan berkaki empat;
berwarna putih, coklat, atau hitam; memiliki ramput di atas kepala; dan lain
sebagainya.
Penanda
merupakan citra bunyi. Dengan kata lain, penanda merupakan gambaran akustis. Gambaran
akustis yang dimaksudkan adalah pengungkapan konsep dalam benak manusia yang
diberikan dari apa yang diterima indra manusia.
Petanda
dan penanda memiliki hubungan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan yang lain. Tidak ada konsep yang dapat berdiri tanda citra bunyi. Begitu
juga sebaliknya, tidak ada citra bunyi yang berdiri sendiri tanpa konsep. Jika mendengar
nasi, dalam benak kita akan tergambar konsep tentang nasi. “mendengar nasi”
adalah citra bunyi, konsep nasi adalah abstraksi nasi pada benak manusia. Kedua
hal tersebut akan saling melengkapi satu sama lain dan takterpisahkan.
HUBUNGAN PETANDA
DAN PENANDA
Ada
dua hal hubungan antara petanda dan penanda ada, yaitu hubungan sebagai sistem
yang arbitrer dan hubungan penanda yang bersifat linier.
Pertama, hubungan petanda dan penanda yang bersifat
arbitrer. Sesuai dengan konsep bahasa yang telah disampaikan di awal, ciri
bahasa adalah arbitrer. Hal tersebut juga dimanifestasikan pada kajian tentang
petanda dan penanda. Misalnya, terdapat benda pohon. Tanda pohon tersebut
memiliki konsep (petanda) pada semua otak manusia di dunia. Akan tetapi,
penyebutannya (penanda) pada masing-masing bahasa berbeda-beda. Ada yang
menyebutnya wit (bahasa Jawa); ada yang pohon (bahasa Indonesia);
ada yang tree (bahasa Inggris). Kembali lagi, penyebutan-penyebutan
tersebut tentunya atas dasar kearbitreran pada kelompok masyarakat tertentu.
Kedau, hubungan petanda dan penanda yang bersifat
linier. Penanda akan selalu mengikuti petanda. Petanda juga akan mengikuti
tanda. Jadi, runutannya adalah tanda à petanda à penanda. Hal tersebut membentuk hubungan yang bersifat
linier. Penanda tidak akan bisa mendahului petanda karena penanda akan
terbentuk setelah petanda terbentuk.
Diadaptasi dari
Oka I. G. N. dan Suparno. 1994. Linguistik
Umum. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar