Minggu, 10 Mei 2020

Petanda dan Penanda

Dari istilah tersebut, pemilahan yang lengkap sebenarnya tanda, petanda, dan penanda. Pemilahan aspek bahasa atas tanda, petanda, dan penanda dikemukakan oleh de Saussure dengan istilah-istilah signe (tanda), signifie (petanda), dan signifiant (penanda). Verhaar membuat perbandingan peristilahan yang digunakan di Saussure itu dengan peristilahan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebagai berikut.

Gambar 1. Padanan Istilah de Saussure dengan Istilah Inggris dan Indonesia menurut Verhaar 

Tanda atau lambang bahasa merupakan maujud yang menyatakan dan menghubungkan dua hal: konsep atau makna dan citra bunyi. Saussure membuat rumusan bahwa tanda bahasa itu menyatukan konsep dan gambaran akustis, bukan lagi dengan nama. Gambaran akustis yang dimaksudkan Saussure itu sama dengan citra bunyi. Bahwa tanda tidak mengubungkan hal dengan namanya sangatlah jelas. Hal bukanlah unsur bahasa. hal merupakan acuan (referent).
Dari gambar di atas, dijelaskan bahwa tanda merupakan bentuk perwujudan dari dua aspek, yaitu petanda dan penanda. Tanda adalah suatu benda itu sendiri. petanda adalah seluruh konsep tentang tanda. Penanda adalah citra dari suatu petanda. Citra tersebut dapat berupa ujaran tentang petanda. 

PETANDA DAN PENANDA
Petanda merupakan konsep/gagasan yang ada dalam pikiran manusia. Petanda juga disebut kesan makna. Apa yang ada dalam benak manusia merupakan wujud abstrak dari sesuatu yang diterima oleh indra manusia. Wujud abstrak tersebut membentuk konsep tentang suatu hal yang dapat berupa definisi-definisi, ciri, atau karakter yang dimiliki tanda. Dikatakan abstrak karena merupakan akumulasi ciri-ciri semantis yang dimiliki oleh tanda itu sendiri. jika mendengar kuda, orang akan memiliki satu konsep tentang kuda, yaitu hewan berkaki empat; berwarna putih, coklat, atau hitam; memiliki ramput di atas kepala; dan lain sebagainya.
Penanda merupakan citra bunyi. Dengan kata lain, penanda merupakan gambaran akustis. Gambaran akustis yang dimaksudkan adalah pengungkapan konsep dalam benak manusia yang diberikan dari apa yang diterima indra manusia.
Petanda dan penanda memiliki hubungan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Tidak ada konsep yang dapat berdiri tanda citra bunyi. Begitu juga sebaliknya, tidak ada citra bunyi yang berdiri sendiri tanpa konsep. Jika mendengar nasi, dalam benak kita akan tergambar konsep tentang nasi. “mendengar nasi” adalah citra bunyi, konsep nasi adalah abstraksi nasi pada benak manusia. Kedua hal tersebut akan saling melengkapi satu sama lain dan takterpisahkan.

HUBUNGAN PETANDA DAN PENANDA
Ada dua hal hubungan antara petanda dan penanda ada, yaitu hubungan sebagai sistem yang arbitrer dan hubungan penanda yang bersifat linier.
Pertama, hubungan petanda dan penanda yang bersifat arbitrer. Sesuai dengan konsep bahasa yang telah disampaikan di awal, ciri bahasa adalah arbitrer. Hal tersebut juga dimanifestasikan pada kajian tentang petanda dan penanda. Misalnya, terdapat benda pohon. Tanda pohon tersebut memiliki konsep (petanda) pada semua otak manusia di dunia. Akan tetapi, penyebutannya (penanda) pada masing-masing bahasa berbeda-beda. Ada yang menyebutnya wit (bahasa Jawa); ada yang pohon (bahasa Indonesia); ada yang tree (bahasa Inggris). Kembali lagi, penyebutan-penyebutan tersebut tentunya atas dasar kearbitreran pada kelompok masyarakat tertentu.
Kedau, hubungan petanda dan penanda yang bersifat linier. Penanda akan selalu mengikuti petanda. Petanda juga akan mengikuti tanda. Jadi, runutannya adalah tanda à petanda à penanda. Hal tersebut membentuk hubungan yang bersifat linier. Penanda tidak akan bisa mendahului petanda karena penanda akan terbentuk setelah petanda terbentuk.
  
Diadaptasi dari
Oka I. G. N. dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar